Polemik Biaya Perkuliahan Indonesia
Bulan Mei 2024, berbagai aksi mahasiswa dilakukan agar pihak rektorat kampus meninjau kembali rencana kenaikan uang kuliah tunggal (UKT). Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie merespons dimana pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier (tertiary education) atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Hal tersebut menimbulkan kehebohan di dunia maya, dan menyebabkan terbentuknya berbagai macam opini dan kontroversi berkelanjutan. Dan terbentuklah satu pertanyaan, apakah pendidikan tinggi merupakan suatu kepentingan atau kemewahan?
Perkuliahan, Pendidikan Tersier dan Kebutuhan Tersier?
Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pendidikan tinggi atau perkuliahan termasuk dalam kategori pendidikan ketiga/tersier (tertiary education), untuk mempelajari berbagai macam bidang secara terfokus dan lebih profesional. Maka, pendidikan tinggi merupakan pendidikan dengan hirarki yang lebih tinggi karena melanjutkan pendidikan primer dan sekunder. Namun, terdapat beberapa pihak di dunia maya yang menyamakan pendidikan tersier dengan kebutuhan tersier yang bersifat mewah, sehingga terbentuklah kesalahpahaman dan pernyataan âPendidikan tinggi merupakan salah satu bentuk kemewahanâ.
Indonesia menerapkan pendidikan standar pendidikan 12 tahun yaitu SD hingga SMA, dan apakah hal tersebut membuat perspektif masyarakat Indonesia menilai pendidikan tinggi tidak penting?
Tidak dapat dipungkiri, pendidikan tinggi membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibanding pendidikan primer atau sekunder, dan tidak semua masyarakat Indonesia mampu untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan literasi dan pengetahuan terkait pentingnya pendidikan yang lebih baik untuk kesejahteraan hidup di masa depan.
Pendidikan Tinggi atau Pengalaman Kerja?
Penelitian dari The Burning Glass Institute menunjukkan bahwa posisi pekerjaan yang membutuhkan gelar sarjana menurun sebanyak 7% dalam 4 tahun (2017 hingga 2021). Dan berdasarkan Gallup, dalam waktu 6 tahun jumlah penduduk Amerika Serikat yang menganggap pendidikan tinggi âsangat pentingâ menurun jauh dari 74% menjadi 41%. Ini merupakan sebuah bukti bahwa pendidikan tinggi sudah mulai mengalami penurunan âminatâ secara signifikan.
Di sisi lain, pengalaman kerja menjadi hal yang semakin dilihat oleh perusahaan, dan mulai âmenyingkirkanâ kesadaran dan keuntungan mendapatkan pendidikan tinggi. Berbagai opsi pendidikan non-formal sudah semakin banyak, dan akan menjadi lebih âbernilaiâ jika disertai dengan pengalaman dan portofolio yang mendukung. Hal tersebut menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian spesifik dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan mengambil pendidikan tinggi selama 4 tahun.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia perlu untuk lebih âmelekâ terhadap pentingnya pendidikan yang lebih baik, dan pemerintah perlu memberikan dukungan secara maksimal agar setiap penduduk yang berkeinginan untuk mendapatkan pendidikan formal.
Sumber: